Investasi saham bisa jadi pilihan cerdas untuk mengembangkan uang, tapi banyak pemula bingung memulainya. Cara investasi saham sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan, asalkan paham dasar-dasarnya. Saham adalah bukti kepemilikan di suatu perusahaan, dan harganya bisa naik-turun tergantung kinerja bisnis dan kondisi pasar. Bagi yang baru mulai, penting belajar memilih saham berkualitas, mengelola risiko, dan sabar menunggu hasil. Artikel ini akan membahas langkah-langkah praktis serta tips investasi pemula agar kamu bisa mulai dengan percaya diri. Yuk, simak selengkapnya!
Baca Juga: Analisis Fundamental Saham Melalui Laporan Keuangan
Memahami Dasar Investasi Saham
Investasi saham adalah aktivitas membeli sebagian kepemilikan (saham) di perusahaan publik dengan harapan nilainya naik atau memberikan dividen. Sebelum terjun, kamu perlu paham beberapa konsep dasar.
Pertama, apa itu saham? Saham adalah bukti kepemilikan di suatu perusahaan. Ketika beli saham, kamu jadi pemegang saham (shareholder) dan berhak atas keuntungan perusahaan, baik lewat kenaikan harga saham (capital gain) atau pembagian dividen. Lebih lengkapnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan mekanisme pasar modal dengan detail.
Kedua, jenis saham. Ada dua tipe utama:
- Saham biasa (common stock): Memberikan hak suara dalam RUPS dan berpotensi dapat dividen.
- Saham preferen (preferred stock): Punya prioritas lebih tinggi dalam pembagian dividen, tapi biasanya tanpa hak suara.
Ketiga, risiko investasi saham. Harga saham fluktuatif karena dipengaruhi banyak faktor, seperti kinerja perusahaan, kondisi ekonomi, atau sentimen pasar. Kamu bisa rugi jika jual di harga lebih rendah dari beli. Makanya, penting diversifikasi—jangan taruh semua modal di satu saham.
Terakhir, cara beli saham. Kamu butuh rekening efek di sekuritas (broker) seperti Ajaib atau Bibit. Setelah itu, baru bisa transaksi via aplikasi.
Pahami dulu dasar-dasarnya sebelum terjun. Jangan asal beli karena ikut-ikutan tren!
Baca Juga: Mendapatkan Passive Income dari Sewa Properti
Memilih Saham yang Tepat untuk Pemula
Memilih saham yang tepat itu kunci buat pemula biar nggak cepat burn out atau kecewa. Nggak perlu muluk-muluk, fokus aja ke saham dengan fundamental kuat dan risiko lebih terkendali.
1. Cari Perusahaan dengan Bisnis Mudah Dipahami Mulai dari sektor yang kamu familiar, seperti perbankan (BBCA, BBNI), konsumer (UNVR, ICBP), atau infrastruktur (TLKM). Hindari saham spekulatif yang bisnisnya abstrak atau terlalu teknis. Yahoo Finance bisa bantu lacak profil perusahaan.
2. Cek Kinerja Keuangan
- Laba konsisten: Cari perusahaan yang labanya tumbuh stabil minimal 3-5 tahun terakhir (contoh: ASII).
- Utang rendah: Rasio DER (Debt to Equity Ratio) di bawah 1x lebih aman. Data lengkap ada di laporan keuangan di IDX.
- Dividen rutin: Saham seperti BMRI atau PGAS dikenal rajin bagi dividen.
3. Valuasi Wajar Jangan tergiur saham murah! Bandingkan harga dengan nilai wajar lehat metrik seperti:
- PER (Price to Earnings Ratio): Di bawah rata-rata industri = lebih murah.
- PBV (Price to Book Value): <1x artinya saham mungkin undervalued.
4. Likuiditas Cukup Pilih saham dengan volume perdagangan tinggi (contoh: BBRI, BCA). Kalau likuiditas rendah, susah jual pas butuh cash.
5. Ikuti Rekomendasi Analis (Tapi Jangan 100% Percaya) Platform seperti Bloomberg atau laporan sekuritas lokal (Mandiri Sekuritas, Bahana) sering kasih analisis saham. Gunakan sebagai referensi, tapi tetap cross-check sendiri.
Tips Tambahan:
- Hindari FOMO (fear of missing out) pada saham gorengan.
- Diversifikasi ke 5-10 saham dari berbagai sektor.
- Mulai dengan saham blue chip dulu sebelum eksplor saham lapis dua.
Intinya: Sabar, riset, dan jangan serakah!
Baca Juga: Cara Memulai Investasi untuk Pemula agar Keuangan Stabil
Manajemen Risiko dalam Investasi Saham
Investasi saham nggak cuma soal cari untung, tapi juga ngelola risiko biar modal nggak jeblok. Ini strategi praktis buat pemula:
1. Diversifikasi Portofolio Jangan taruh semua uang di satu saham atau sektor! Sebarin ke berbagai industri (perbankan, konsumer, teknologi) dan jenis aset (reksadana, obligasi). Contoh: Kalau saham properti lesu, portofoliomu masih aman kalau punya saham kesehatan atau FMCG. Investopedia punya panduan lengkap soal diversifikasi.
2. Pakai Cut Loss Pasang batas kerugian (misal: 10-15% dari modal) dan disiplin jual saat harga sentuh titik itu. Jangan berharap saham bakal rebound kalau trennya sudah jelek. Tools seperti stop-loss order di platform broker bisa bantu otomatiskan ini.
3. Hindari Margin Trading (Kecuali Sudah Ahli) Pinjam uang broker buat beli saham (margin) itu risiko tinggi—bisa kena margin call kalau harga turun drastis. Pemula mending pakai modal sendiri dulu.
4. Monitor Kondisi Makro Faktor eksternal kayak kenaikan suku bunga BI, resesi, atau gejolak politik bisa bikin pasar saham gonjang-ganjing. Rajin baca analisis makro di CNBC Indonesia atau Bloomberg.
5. Jangan Terlalu Sering Trading Terlalu aktif beli-jual saham (overtrading) cuma bikin kena fee broker dan pajak. Fokus ke investasi jangka panjang (3-5 tahun) biar fluktuasi harian nggak bikin stres.
6. Siapkan Dana Darurat Dulu Jangan sampai uang buat bayar cicilan atau kebutuhan mendesak dipakai buat saham. Idealnya, punya dana darurat 6-12 bulan pengeluaran sebelum mulai investasi.
7. Riset Sebelum Beli Jangan asal ikut-ikutan forum saham atau grup WhatsApp. Analisis fundamental (laporan keuangan) dan teknikal (grafik harga) wajib dilakukan. Kalau malas, bisa pakai reksadana saham yang dikelola profesional.
Intinya: Investasi saham itu seperti nyetir—semakin hati-hati, semakin kecil risiko kecelakaan. Nggak ada yang bisa hilangkan risiko 100%, tapi kamu bisa mengelolanya!
Baca Juga: Strategi Manajemen Risiko Investasi Aman
Strategi Jangka Panjang untuk Pemula
Investasi saham jangka panjang (5-10+ tahun) itu seperti menanam pohon—butuh kesabaran, tapi hasilnya bisa lebih stabil dan minim drama. Berikut strategi buat pemula:
1. Fokus ke Saham Blue Chip & Dividen Saham besar seperti UNVR, BBCA, atau TLKM punya track record stabil dan rajin bagi dividen. Meski harganya nggak meledak-ledak, pertumbuhannya konsisten. Cek daftar LQ45 di IDX untuk referensi.
2. Dollar-Cost Averaging (DCA) Investasi rutin dengan nominal tetap (misal: Rp1 juta/bulan) tanpa peduli harga naik/turun. Contoh: Beli saham BBNI tiap bulan selama 3 tahun. Strategi ini mengurangi risiko beli di harga mahal. Investopedia jelaskan detailnya.
3. Reinvest Dividen Darikan dividen dipakai jajan, mending dibelikan lagi saham yang sama (atau saham lain). Efek compounding bakal bikin portofolio membesar secara organik.
4. Beli Saat Market Crash Saham berkualitas sering diskon besar saat krisis (contoh: pandemi 2020). Siapkan cash khusus buat "berburu" di momen kayak gini—tapi pastikan perusahaan punya fundamental kuat.
5. Gunakan Analisis Fundamental Sederhana Cari perusahaan dengan:
- ROE (Return on Equity) >15% (artinya efisien)
- Pertumbuhan pendapatan tahunan >10%
- Rasio utang sehat (DER <1x) Data ini bisa dilihat di laporan keuangan atau screener saham seperti Yahoo Finance.
6. Jangan Panik Jual Karena Volatilitas Pasar saham pasti naik-turun. Selama fundamental perusahaan bagus, fluktuasi jangka pendek nggak perlu ditanggapi.
7. Review Portofolio Tiap 6-12 Bulan Cek apakah saham masih sesuai ekspektasi. Kalau ada yang kinerjanya terus menurun (rugi berturut-turut, manajemen bermasalah), bisa dipertimbangkan untuk ganti.
Contoh Nyata: Investasi Rp10 juta di saham BBRI 10 tahun lalu (2014) sekarang bisa bernilai ~Rp50 juta (termasuk dividen). Kuncinya: beli, simpan, dan sabar.
Catatan: Jangka panjang bukan berarti "lupa". Tetap pantau perkembangan perusahaan dan industri!
Baca Juga: Kesehatan Mental dan Bisnis Wellness Industry
Analisis Fundamental vs Teknikal
Mau beli saham tapi bingung pakai analisis fundamental atau teknikal? Dua metode ini beda tujuan tapi bisa saling melengkapi. Simak perbedaannya:
1. Analisis Fundamental: Beli Bisnis, Bukan Cuma Saham
Fokusnya: Nilai perusahaan jangka panjang berdasarkan:
- Kinerja keuangan: Laba, utang, arus kas (cek laporan di IDX)
- Kesehatan bisnis: Market share, kompetisi, kualitas manajemen
- Valuasi: Cari saham undervalued pakai metrik:
- PER (Price-to-Earnings Ratio) rendah vs rata-rata industri
- PBV (Price-to-Book Value) <1
- Cocok untuk: Investor jangka panjang dan pencari dividen Tools pendukung: Laporan tahunan perusahaan, Morningstar
2. Analisis Teknikal: Bermain dengan Tren Pasar
Fokusnya: Prediksi harga berdasarkan:
- Pergerakan harga historis (grafik candlestick, moving average)
- Indikator trading: RSI (overbought/oversold), MACD, support-resistance
- Volume perdagangan: Cari sinyal beli/jual saat volume tinggi
- Cocok untuk: Trader jangka pendek (harian/mingguan) Tools pendukung: TradingView, Bloomberg Terminal
Perbandingan Singkat
Kriteria | Fundamental | Teknikal |
---|---|---|
Waktu Investasi | 1+ tahun | 1 hari-3 bulan |
Data Yang Dipakai | Laporan keuangan, berita | Grafik harga, volume |
Kelebihan | Minim risiko spekulasi | Bisa dapat profit cepat |
Kekurangan | Butuh waktu lama lihat hasil | Rentak kena false signal |
Manakah yang Lebih Baik?
- Gabungkan keduanya: Pakai fundamental untuk pilih saham bagus, pakai teknikal untuk tentukan timing beli
- Contoh:
- Fundamental: UNVR punya ROE tinggi & utang rendah → Saham bagus
- Teknikal: Tunggu harga UNVR sentuh support level atau RSI <30 baru beli
Pro tip: Pemula mending kuasai fundamental dulu sebelum main teknikal!
Baca Juga: Kenaikan Harga Cardano Ada di Depan Mata
Platform Terbaik untuk Investasi Saham
Kalau mau mulai investasi saham, pilih platform yang aman, mudah dipakai, dan fee-nya kompetitif. Berikut rekomendasi berdasarkan kebutuhan berbeda:
1. Untuk Pemula: Aplikasi All-in-One
- Bibit (bibit.id): Cocok buat yang mau mulai kecil (minimal Rp10rb). Bisa beli saham blue chip & reksadana sekaligus dengan antarmuka super simpel.
- Ajaib Sekuritas (ajaib.co.id): Punya fitur edukasi lengkap + analisis saham dasar. Fee beli 0,15% dan jual 0,25%.
- Stockbit Sekuritas (stockbit.com): Integrasi dengan komunitas investor sosial. Cocok buat belajar sambil ikuti diskusi saham.
2. Untuk Trader: Platform dengan Tools Lengkap
- IPOT Go (ipot.go.id): Fee rendah (0,08% beli/jual) + ada fitur options trading.
- Mirae Asset Sekuritas (miraeasset.co.id): Charting tools canggih buat analisis teknikal, termasuk AI-based stock screener.
- RTI Business (rti.co.id): Pilihan para profesional dengan data real-time lengkap (Level 2, foreign flow).
3. Untuk Investor Dividen: Yang Ada Fitur Auto-Reinvest
- Mandiri Sekuritas (mandirisekuritas.co.id): Bisa setel pembelian otomatis saham blue chip + laporan dividen terintegrasi.
- Bareksa (bareksa.com): Selain saham, bisa sekaligus kelola obligasi korporasi yang bagi kupon rutin.
Yang Perlu Diperhatikan
- Registrasi: Pastikan platform terdaftar di OJK (cek di ojk.go.id).
- Fee: Bandingkan biaya transaksi, custody, dan withdrawal.
- Keamanan: Cek fitur 2FA dan rekening terpisah untuk dana nasabah.
Pro Tip:
- Kalau masih ragu, cobain dulu versi demo (paper trading) di platform seperti eToro atau Stockbit.
- Hindari platform "trading saham" ilegal yang janji profit instan!
Pilih yang sesuai gaya investasimu—yang penting nggak asal klik iklan di Instagram.
Baca Juga: Kamera Pengawas Merek Terkenal dan Terlaris
Kesalahan Umum yang Harus Dihindari
Investasi saham itu seperti nyetir—sekali salah belok, bisa nyasar atau bahkan kecelakaan. Berikut kesalahan fatal yang sering bikin pemula jeblok, plus cara menghindarinya:
1. Beli Hanya Karena "Katanya"
- Masalah: Ikut-ikutan grup WhatsApp/tiktok saham tanpa riset sendiri. Contoh: FOMO beli saham gorengan seperti ASII atau MEGA pas harganya sudah naik 300%.
- Solusi: Selalu cek fundamental perusahaan di IDX atau Yahoo Finance sebelum beli.
2. Nggak Pakai Cut Loss
- Masalah: Ngeyel pegang saham rugi (contoh: CPIN dari Rp800 jadi Rp200) karena berharap "pasti balik modal".
- Solusi: Pasang batas kerugian maksimal 10-15% dan disiplin jual.
3. Terlalu Banyak Trading
- Masalah: Kalap beli-jual saham biar "cuan cepat". Padahal, fee broker + pajak bisa habiskan profitmu. Data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan 80% trader harian rugi dalam 1 tahun.
- Solusi: Fokus ke investasi jangka panjang atau limitasi trading maksimal 2-3x/bulan.
4. Portofolio Terlalu Sempit
- Masalah: All-in di satu saham/sektor (misal: semua uang masuk ke saham bank padahal suku bunga naik).
- Solusi: Diversifikasi ke 5-10 saham dari berbagai industri (konsumsi, kesehatan, infrastruktur).
5. Pakai Uang Pinjaman/Tabungan Darurat
- Masalah: Investasi pakai uang KTA atau dana sekolah anak. Saat butuh cairin saham, terpaksa jual rugi.
- Solusi: Sisihkan maksimal 30% dari penghasilan untuk saham, sisanya untuk dana darurat & kebutuhan pokok.
6. Abai dengan Berita Makro
- Masalah: Nggak tahu kenaikan BI Rate bisa bikin saham properti (like BSDE) anjlok.
- Solusi: Follow akun seperti CNBC Indonesia atau Bloomberg untuk update kebijakan ekonomi.
7. Percaya "Prediksi Master Saham"
- Masalah: Beli saham cuma karena dikatakan "bakal naik 1000%" di forum.
- Solusi: Ingat—nobody can predict the market. Analisis sendiri atau pakai jasa analis resmi sekuritas.
Kasus Nyata: Investor yang beli saham ENRG (energi) tahun 2022 karena hype "green energy", tapi nggak cek bahwa perusahaannya merugi 5 tahun berturut-turut. Hasilnya? Saham ambles 70%.
Kunci Sukses: Disiplin, sabar, dan selalu belajar dari kesalahan. Pasar saham itu marathon, bukan lari sprint!

Investasi saham itu bukan sulap yang bikin kaya instan, tapi bisa jadi alat ampuh kalau dilakukan dengan benar. Tips investasi pemula yang utama: mulai dari saham blue chip, diversifikasi, dan jangan serakah. Ingat, risiko selalu ada, tapi bisa dikelola dengan riset dan disiplin. Jangan terjebak FOMO atau rumor pasar. Pelan-pelan belajar analisis fundamental dan teknikal, lalu praktikkan dengan modal kecil dulu. Yang penting konsisten dan sabar—hasil investasi saham yang solid butuh waktu. Yuk, mulai sekarang dengan langkah tepat!