Sejak kemunculannya di tahun 2017, Cardano yang merupakan salah satu sistem Blockchain banyak pihak yang mencemoohnya. Bagi Bitcoin Maximalist, semua koin alternatif (Alt Coin) termasuk Cardano adalah bentuk penipuan. Bagi pemegang koin alternatif selain Cardano, menganggap Cardano terlalu lamban perkembangannya, tidak seperti umumnya koin alternatif yang hanya butuh waktu relatif singkat untuk bisa digunakan oleh umum. Sejak kemunculannya hingga sekarang memang Cardano belum sepenuhnya selesai, bahkan kemungkinan baru pada tahun 2025 seluruh konsep yang direncanakan oleh Charles Hoskinson si penemu Cardano baru bisa diterapkan ke dalam sistemnya.
Memang, tidak hanya isu lambannya proses pembangunan Cardano. Banyak isu lain yang dijadikan sebagai topik hujatan. Di bawah saya coba merangkum dan menjawab sejauh yang saya pahami atas banyak kritik yang diarahkan kepada Cardano.
Waktu Pengembangan yang Lama
Tidak seperti sistem blockchain pada umumnya, Cardano dibangun atas dasar peer-review dari tulisan-tulisan atas konsep sistemnya. Sang penemu, yaitu Charles Hoskinson ingin menyetarakan Cardano dengan mesin jet dari sebuah pesawat penumpang, karena sebuah blockchain sangat berpengaruh pada kehidupan vital banyak orang yang menggunakannya. Apabila terjadi masalah sedikit saja, maka akan banyak orang menjadi korban. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pembuatan blockchain harus extra hati-hati sehingga konsep yang dibuat harus disepakati oleh banyak peneliti dari berbagai universitas maupun instansi dunia bahwa sistem yang diusulkan tidak akan bermasalah selamanya.
Yang saya ketahui, banyak sistem blockchain dibuat oleh hanya programmer saja, yang mengikuti algoritma sistem blockchain yang sudah berjalan kemudian coba ditambahkan beberapa fitur yang berbeda. Kalau memang benar demikian, maka itu akan sangat berbahaya, karena biasanya kode program memilki bugs yang tidak sedikit. Dibutuhkan variasi kondisi yang cukup kompleks untuk mengetahui apakah kode program tersebut bisa berjalan tanpa masalah, dan kondisi ini biasanya tidak bisa diketahui oleh segelintir orang. Butuh banyak orang untuk mengusulkan kondisi yang mungkin terjadi di masa depan.
Banyak contoh sebenarnya yang bisa dilihat, di antaranya ETHEREUM yang bermasalah pada biaya transaksi terlalu tinggi akibat terlalu kecilnya ukuran blok, SOLANA yang sempat down lebih dari 24 jam akibat jaringan yang overload, TERRA LUNA yang saat ini sudah berubah menjadi LUNAC (LUNA Classic) akibat UST yang kehilangan kolateralnya. Saat voting untuk membuat LUNA versi II nya pun menimbulkan kecurigaan karena terdapat pemilik koin terbanyak melebihi dari 50% dari total, sehingga bisa menentukan hasil voting yang tidak lagi demokratis.
Biaya Transaksi yang Relatif Mahal
Banyak yang menyoroti dari biaya transaksi yang saat menulis adalah 0.16 – 0.18 ADA, saat menulis harga koin ADA Rp. 6.500, sehingga apabila dirupiahkan biaya transaksi menjadi sekitar Rp. 1.000,-. Biaya transaksi erat kaitannya dengan kapasitas jaringan dan penyimpanan dari masing-masing node yang menyimpan data transaksi. Biaya yang semakin murah apalagi gratis pada rantai utama, akan beresiko pada meningkatnya transaksi mikro dan celah ini dapat menimbulkan banjirnya data transaksi pada rantai utama, akibatnya node akan kepenuhan data dan penyebaran data transaksi jadi melambat, pada gilirannya hanya node dengan spesifikasi super-lah yang akan bertahan sehingga sifat desentralisasi-nya akan menurun, karena tidak lagi banyak orang yang mampu menyediakan spesifikasi super untuk ber-kontribusi.
Kita memang membutuhkan transaksi mikro, yang akan sangat bermanfaat untuk sekedar membeli kopi atau makanan ringan lainnya dengan nilai transaksi di bawah Rp. 100.000,-. Jika biaya transaksi nya Rp. 1.000,-, maka itu sudah terbilang mahal. Untuk keperluan ini, Cardano menyiapkan HYDRA, yaitu sebuah sistem rantai samping (Sidechain) yang akan mengenakan biaya transaksi relatif ringan tanpa membahayakan rantai utama (Mainchain) dan tanpa mengesampingkan keamanan transaksi.
PoS tidak Aman Dibanding PoW
Cardano menggunakan sistem PoS (Proof of Stake) untuk menciptakan blok, sedangkan sistem blockchain awal termasuk Bitcoin menggunakan sistem PoW (Proof of Work), yaitu dengan melakukan kompetisi terhadap penambang lainnya untuk menebak teka-teki yang diberikan sistem untuk memperoleh wewenang untuk membuat blok baru.
Bitcoin maximalist menganggap PoW yang lebih aman dan terdesentralisasi, karena penambang berada di tempat-tempat terpisah dan siapapun bisa menambang. Sebenarnya argumen ini dapat terbantahkan dengan adanya sekelompok orang/pihak yang bisa menguasai pabrik pembuat mesin penambang dan sumber-sumber energi yang paling murah, maka proses penambangan akan sulit dilakukan oleh personal dan ini akan mengurangi bobot desentralisasi yang digaung-gaungkan.
Di sisi lain, memang banyak sistem PoS yang menjadi sistem terpusat, yaitu di saat kondisinya pemilik koin paling banyak adalah si penemu koin itu sendiri dan aturan stakingnya pun tidak dibatasi jumlahnya dalam satu node, maka sebuah node akan sangat berkuasa apabila memiliki nilai staking yang tertinggi.
Cardano memiliki aturan tersendiri yaitu pada setiap node hanya dapat menampung dana staking sebanyak 64 juta koin ADA saat menulis artikel ini. Di atas ambang itu sebenarnya dibolehkan, hanya saja hadiah yang diperoleh menjadi lebih kecil rasionya terhadap koin yang di-stake. Jadi, meski ada orang/pihak yang memiliki koin banyak, tidak serta merta bisa menentukan siapa yang boleh membuat blok baru atau melakukan kejahatan dengan mengubah data blockchain.